Liputan6.com, Jakarta – Membangun kemampuan literasi dan numerasi masih menjadi tantangan besar dunia pendidikan di Indonesia. Hasil Asesmen Nasional 2023 menunjukkan, masih ada siswa SD sederajat sebesar 39% yang belum memiliki kemampuan minimum dalam literasi dan sebesar 54% yang belum memiliki kemampuan minimum dalam numerasi.
Praktisi Pendidikan yang juga peraih gelar Master bidang Educational Planning dari University College London (UCL) Galih Sulistyaningra mengatakan, kemampuan literasi dan numerasi lebih luas dari sekadar baca, tulis, dan hitung (calistung) karena melibatkan kemampuan untuk memahami pelajaran.
“Jadi, literasi dan numerasi tidak hanya menjadi tanggung jawab guru Bahasa Indonesia, dan Matematika, tapi semua guru, termasuk orang tua dan pemangku kebijakan,” terangnya dalam Podcast Bincang Inspiratif yang diselenggarakan Tanoto Foundation dan Parentalk yang tayang di kanal Youtube Tanoto Foundation, Kamis (16/5), dalam keterangan diterima.
Podcast Bincang Inspiratif merupakan tempat berbagi inspirasi seputar kesehatan ibu dan anak, edukasi, beasiswa, serta tips parenting yang diinisiasi Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981.
Menurut Galih yang juga berprofesi sebagai guru SD, kemampuan dasar literasi dan numerasi itu bukan hanya berbicara soal angka dan huruf, tapi bagaimana mengerti dan memahami. Kemampuan literasi dan numerasi bahkan seharusnya menjadi fondasi sebelum anak calistung.
“Sebelum calistung, ada yang namanya ‘pra’. Seperti bagaimana caranya duduk yang benar, itu masuk dalam ‘pra’ membaca, menulis dan berhitung. Kemudian anak dikenalkan terhadap huruf dan kata-kata,” jelas Galih.
Dirinya pun berbagi tips bagi orang tua yang ingin mulai memupuk kemampuan literasi anak-anak sejak dini melalui kemampuan memahami.
“Ada yang namanya ‘kesadaran cetak’. Sebenarnya bisa mulai dari simbol atau gambar. Tipsnya, memulai dengan membaca gambar. Walaupun ada tulisannya, tapi membaca gambar. Kita bisa mulai dari gambar. Untuk buku anak usia dini, gambar lebih besar dan perlu bercerita,” ujarnya.
Sementara di sisi kemampuan numerasi, Galih melanjutkan bahwa numerasi masih diasosiasikan dengan kemampuan matematis yang kompleks.
“Padahal numerasi bisa didorong dengan sebuah teknik namanya one to one correspondence. Jangan hanya mengajarkan simbol angka. Kita harus ajarkan dengan benda konkret. ‘Satu’ itu satu benda, ‘dua’ itu dua benda. Sehingga anak terbiasa, jika angka semakin besar, maka jumlah semakin banyak,” kata Galih menerangkan.
Kemudian, apa yang harus dilakukan orang tua dan guru? Menurut Galih, kemampuan literasi dan numerasi memang harus dibangun tidak hanya dengan belajar membaca huruf, tapi juga melalui keterampilan melihat, mendengar, berbicara, dan menulis. Semua ini dibangun melalui interaksi yang intens dengan guru maupun orang tua di rumah. Sehingga, dibutuhkan keterlibatan yang solid dari guru dan orang tua.
Karena itu, ketika ada pertanyaan dari para guru terkait bagaimana tips agar murid bisa lebih bersemangat dalam belajar literasi dan numerasi, Galih menyebut bahwa guru harus lebih kreatif agar anak memiliki ketertarikan untuk membaca.
Salah satu fenomena yang banyak terjadi adalah keberadaan Pojok Baca yang seringkali hanya efektif menarik minat murid beberapa minggu saja, setelah itu ditinggalkan.
“Kalau mau sustain (berkelanjutan), harus memanfaatkan buku fisik dan digital yang lebih banyak pilihan, sekarang banyak platform yang menyediakan buku-buku gratis,” katanya.
Misalnya, Kemendikbudristek menyediakan berbagai buku digital di platform Sistem Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI) yang bisa diakses gratis oleh murid maupun guru. Sementara untuk buku-buku bacaan berbahasa Inggris, terdapat platform penyedia bacaan gratis seperti Letsreadasia.
Sementara untuk peningkatan kemampuan numerasi, perlu skema pengajaran numerasi yang mengasyikkan, sehingga siswa tidak takut atau bahkan bisa menikmati pelajaran matematika. Salah satu inisiatif Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Tanoto Foundation adalah mengembangkan skema sistem Guru Kreatif Matematika Asyik (Gureametiks).
Di sisi lain, Public figure yang aktif membagikan tips parenting di akun media sosialnya, Sophie Navita, mengatakan jika kunci utama untuk dalam pengajaran literasi dan numerasi adalah disiplin. “Disiplin yang utama dan yang terberat,” jelasnya.
Menurut Sophie, ketika anak menginjak usia 3 tahun, maka pengenalan terhadap huruf dan angka sudah dilakukan, misalnya dengan mengajak berhitung dari angka 1 sampai 10. Karena itu, disiplin diperlukan agar anak bisa duduk dengan tenang dan menyimak apa yang diajarkan orang tua.
“Misalnya hari ini hanya bisa 5 detik, besok bisa lebih lama lagi, ber-progress setiap hari,” terangnya.
Sophie pun memberikan apresiasi untuk guru yang sudah berupaya mengajarkan anak-anak khususnya dalam meningkatkan literasi dan numerasi.
“Saya yakin mereka (guru) sudah tahu, apalagi mereka datang dari sekolah ilmu pendidikan. Saya mau memberikan dukungan apa yang sudah dipilih untuk lakukan dalam pendidikan generasi bangsa ini sudah sangat luar biasa. Ada pengorbanan di sana. Benih sudah ditanamkan, suatu hari akan berbuah,” kunci Sophie.
Upaya peningkatan kemampuan literasi dan numerasi memang terus menjadi perhatian serius Tanoto Foundation. Apalagi, Education Landscape Study yang dijalankan oleh CIPS pada periode 2017 – 2023 menemukan, salah satu permasalah fundamental terkait sulitnya menaikkan capaian literasi dan numerasi siswa di sekolah dasar adalah cara mengajar guru yang belum mampu menangkap esensi literasi dan numerasi.
Studi “Ada Apa dengan Numerasi di Indonesia (2024)” bahkan menemukan beberapa fakta bahwa 75% guru ternyata kesulitan menghubungkan numerasi dengan dunia nyata. Selain itu, 59% sekolah tidak memiliki program numerasi yang terstruktur.
Program PINTAR Tanoto Foundation
Krusialnya kemampuan literasi dan numerasi sudah menjadi salah satu fokus Tanoto Foundation melalui program PINTAR. Melalui Program PINTAR (Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran), Tanoto Foundation berupaya meningkatkan pendidikan dasar di Indonesia dengan memperbaiki kualitas pembelajaran dan kepemimpinan sekolah dengan melatih guru dan kepala sekolah, memberikan pendampingan teknis kepada pemerintah daerah, serta meningkatkan kualitas Pendidikan calon guru.
Untuk mempercepat pencapaian, Tanoto Foundation juga bertindak sebagai katalis dengan berkolaborasi serta mendorong berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama meningkatkan literasi dan numerasi. Salah satunya adalah dukungan untuk program buku bacaan bermutu dari Kemendikbudristek yang merupakan tindak lanjut dari Merdeka Belajar Episode ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia yang diluncurkan pada Februari 2023. Kolaborasi yang bernama “Gerakan Buku Bacaan Bermutu” ini merupakan upaya kolaboratif untuk meningkatkan literasi dan numerasi melalui penyebaran buku bacaan bermutu yang telah dikurasi sebelumnya oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Sejumlah 156 judul buku atau 76.752 buku yang disebar di 12 kabupaten di Indonesia yakni Asahan, Karo, Kendal, Tegal, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Paser, Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, Siak, dan Kampar. Melalui gerakan ini, Kemendikbudristek dan Tanoto Foundation juga melatih guru dalam penggunaan materi baca sebagai alat pendukung pembelajaran yang lebih efektif.